Pena itu tengah menari-nari di atas kertas. Itulah
pemandangan yang saya lihat pagi ini. Ketika saya sedang mengawas di salah satu
ruang UKK (ujian kenaikan kelas). Sesudah seluruh soal pilihan ganda dibabat habis
oleh semua peserta UKK. Mereka mulai menerjang soal uraian. Entah jawaban di
pilihan ganda itu benar semua atau tidak, tapi yang pasti mereka mereka
menjawabnya dengan keyakinan yang penuh, tanpa ada rasa ragu yang menghantui.
Dengan mantapnya, mereka menggoreskan pena di salah satu huruf yang
tersedia. Denga membuat tanda silang yang menandakan bahwa jawaban itu akan
mewakili semua penjelasan yang ada di otaknya.
Itulah jiwa seorang anak, disaat mereka menentukan
suatu pilihan, dengan sedikit pertimbangan, mereka langsung bisa mengambil
sikap. Antara ini atau itu. Berbeda dengan orang dewasa, ketika seseorang yang
sudah dewasa dihadapkan dalam sebuah pilihan, banyak sekali pertimbangannya.
Yang ini kadar kebenarannya berapa persen? yang ini kadar kesalahannya berapa
persen? yang ini nilai positifnya seberapa banyak, yang ini nilai negatifnya berapa
banyak?, dan seabrek pertimbangan-pertimbangan yang lainnya. Ujung-ujungnya
terhenti. The end tidak ada yang dipilih.
Kembali ke masalah pena yang sedang menari. Betapa
indahnya pagi ini, dari deretan bangku yang terdepan sampai bangku yang paling
belakang. Semua anak masing-masing memegang senjata mereka. Senjata yang
digunakan untuk menaklukkan semua serangan soal yang beruntun dan bertubi-tubi
dari ust dan ustdzh mereka.
Semua larut dalam perjuangan mengalahkan soal
uraian yang sudah menanti mereka sejak berhari-hari. Semuanya asyik menulis
jawaban mereka masing-masing. Jawaban mereka rata-rata satu halaman penuh,
bahkan ada yang sampai membalik lembar jawaban itu. Karena halaman yang
tersedia tidak cukup untuk menampung jawaban yang mengalir dari otak mereka
menuju pena mereka, Akhirnya terbuatlah goresan-goresan jawaban itu.
Berbeda halnya jika serangan soalnya berwujud
bahasa Arab, seakan-akan pena mereka itu kaku. Tak ada kekuatan untuk bergeser
dari tempat semula. Apalagi bergerak, sedikitpun tidak berpindah dari tempat
semula. Tak mampu menari-nari seperti pemandangan pagi ini. Tidak bisa diajak
bertempur mengalahkan soal-soal dari ust atau ustdzh. Pena itu bak senjata
tanpa amunisi. Hampa dan kosong tanpa guna.
Pun dalam keadaan seperti itu, para peserta UKK
tidak kehabisan akal. Walau mereka kehabisan amunisi mereka masih punya banyak
jurus. Dan jurus andalan mereka adalah jurus menembus batas dalam lintas alam.
Jurus yang hampir dimiliki oleh semua peserta. Jurus yang bisa membuat mereka terbang jauh.
Mereka juga bisa memasuki lorong waktu. Waktu dimana mereka belum memasuki
ruang UKK. Waktu mereka masih bisa membuka buku mufradat dan kamus Al-Munawwir
atau al-wasith juga yang lain. Waktu mereka masih bisa bertanya kepada ust dan
uastdzh apa artinya kalimat ini, apa artinya kalimat itu, sungguh jurus yang
sangat handal. Dengan jurus itu. Waktu mereka masih bisa membaca materi yang
diujikan itu. Sehingga, mungkin dengan jurus itulah mereka mampu membabat habis
soal yang berbahasa Arab itu.
Suka duka, tetep banyak sukanya.
Umi nada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar