Pages

Lencana Facebook

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Senin, 19 Mei 2014

Adik Pengen Jadi Guru Aja, Mi

Siang tadi, Nada, putriku, ikut mengantarkan sepupunya ke kampus untuk ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru. Fakultas yang diinginkannya adalah kedokteran.

Setelah ujian selesai dan kembali ke rumah. "Adik, doakan mbak Ifah ya biar jadi dokter", ujarku seraya mengajaknya berdoa untuk mbak sepupunya. "Iya, Mi", jawabnya.

"Adik berdoa juga biar besok kalau udah besar, bisa
kuliah jadi dokter juga", terangku sambil berharap.

Ternyata jawaban putriku jauh dari perkiraan. "Adik pengen jadi guru aja, Mi. Kayak umi sama abi", jawab putriku dengan lugunya.

"Adik mau ngajar yang kosong-kosong, Mi", lanjutnya.

Saya fahami dari ucapannya "ngajar yang kosong" adalah kelas kosong dari guru dan pengajar. Maklum, setahun terakhir ini, dia sering saya ajak ke sekolah untuk ngajar. Mungkin beberapakali dia mendengar obrolan para guru di kantor tentang kelas yang beberapa kali kosong. Makanya, dia pengen jadi guru untuk ngajar yang kosong.

Saya hanya bisa tersenyum bangga seraya berujar, "mulia sekali cita-cita kamu, Nak. Semoga Allah mengabulkan doa-mu".

Profesi guru, adalah profesi yang susah dikomersilkan, terlebih guru dan pengajar.agama. Siapa pun berani mengkomersilkan, siap-siap saja untuk dicela.

Mungkin di beberapa tempat kita bisa melihat sekolah dengan biaya yang melangit, tak semua siswa bisa sekolah di situ. Tapi perlu kita ingat, sekolah dengan biaya mahal tidak menjamin kesejahteraan guru. Karena biaya sekolah mahal akan berimbas pada kemungkinan antara dua pihak, 1) siswa sendiri dengan pengembangan sarana dan prasarana sekolah, 2) atau pihak yayasan jika itu sekolah swasta.
Dan guru/ pengajar, bisa dapat imbas jika dirasa ada kelebihan oleh dua pihak itu.

Tentang profesi "GURU"

Padahal, jika ada siswa yang berhasil, maka semua fihak akan mengakuinya dengan perayaan. Namun, jika ada siswa yang gagal & perilakunya buruk, maka gurulah pihak yang paling pertama dimintai tanggung jawab. "Ini semua karena guru yang tidak berkuslitas", itu kira-kira umpatan kepada guru yang sering kita dengar.

Padahal, hampir tidak ada profesi mulia yang tidak bersumber dari guru. Semua membutuhkan guru. Tidak ada ahli fiqih jika tidak ada guru ngaji yang menuntun "A Ba Ta".

Guru, profesi besar yang tidak terlihat besar. Jadi selayaknya, jangan menyebut orang yang pernah mengajari kita dengan sebutan "mantan guru, mantan dosen, mantan kiayi maupun ustadz. Guru adalah guru, sampai kapan pun tetap guru. Sekecil apapun yang diajarkan tetap guru.


Mari hargai guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar